Lingkungan Hidup Demi Obor Olimpiade, Everest Ditutup bagi Umum

Nepal sudah memperkuat aparat keamanannya. Juga dengan polisi yang berpengalaman soal ekspedisi, kata Raj Dotel, juru bicara Kementrian Dalam Negeri. Berapa jumlah personil yang dikerahkan, tidak ia sebut dalam wawancara dengan radio Jerman ARD. Dan tindakan apa yang menanti demonstran? Raj Dotel mengatakan, "Aparat keamanan bisa saja menggunakan kekerasan, jika diperlukan. Tapi pemerintah Nepal memerintahkan, untuk hanya melakukan kekerasan minimal. Kami sudah menegaskan, tidak ada perintah untuk melepaskan tembakan. Kami menyerukan kepada semua pihak untuk tidak melanggar hukum. Dan kami tidak mengharapkan demonstrasi."Tapi insiden pertama sudah terjadi. Pekan lalu seorang pendaki gunung asal Amerika Serikat ditemukan membawa spanduk pro-Tibet di Everest. Aparat keamanan Nepal lalu menahannya. Ia kemudian diusir dari Nepal dan dikenai larangan mendaki gunung di Nepal selama dua tahun.
Zimba Zangbu Sherpa, ketua perhimpunan pendaki gunung Nepal mengatakan, "Kejadian ini membuat kami semua tegang. Tampaknya ini peringatan bagi orang-orang yang ingin memnfaatkan peristiwa ini untuk menyampaikan sikap politik mereka. Saya yakin, tindakan pencegahan keamanan sekarang lebih ketat. Karena sangat mungkin, ada banyak orang yang punya keinginan itu."Politik dan olahraga seharusnya tidak dicampuraduk, kata Sherpa. Namun, pekan-pekan lalu banyak eksil Tibet berdemonstrasi di Nepal, terutama di ibukota Kathmandu, memprotes obor Olimpiade dan politik Cina terhadap Tibet. Ratusan demonstran dipukuli polisi dan ditahan. Karena itu tak ada seorangpun yang mau buka mulut tentang aksi apa yang akan digelar di Gunung Everest. Para eksil Tibet juga tidak. Seorang di antara mereka mengatakan, "Kami tidak merencanakan apa-apa. Semua protes dan demonstrasi tergantung pada situasi dan lokasi. Seluruh dunia mengarahkan pandangan ke Cina. Karena itu kami menggunakan kesempatan ini sekarang. kesempatan emas seperti ini hanya datang sekali seumur hidup." (rp).
Sumber: Oleh : Redaksi-kabarindonesia [www.kabarindonesia.com] Deutsche Welle
No comments:
Post a Comment